Resume Hak Paten
HAK PATEN
Sejarah
Di Indonesia
pengaturan paten ini sebelum keluarnya UU no. 6/1989 yang telah diperbaharui dengan UU No. 13/1997 dan terakhir dengan
UU No. 14 Tahun 2001 tentang paten adalah
berdasarkan Octoiwet 1910 hingga keluarnya Pengumuman Menteri Kehakiman tertanggal
12 Agustus 1953 No. J.S 5/41/4 tentang pendaftaran sementara oktroi dan Pengumuman Menteri Kehakiman tertanggal 29 Oktober 1953 J.
G. 1/2/17 tentang permohonan sementara
oktroi dari luar negeri.
Definisi
Paten merupakan
suatu hak khusus berdasarkan undang-undang diberikan kepada si pendapat
/ si penemu (uitvinder) atau menurut hukum pihak yang berhak
memperolehnya, atas permintaanya yang diajukan kepada pihak penguasa, bagi temuan
baru di bidang teknologi, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja
baru, atau menemukan sutau perbaikan baru dalam
cara kerja, untuk selam jangka waktu tertenu yang dapat diterapkan dalam bidang
industri.
Paten dalam
Undang-Undang paten No. 14 Tahun 2001 dirumusakan sebagai berikut:
1.
Paten adalah hak ekslusif yang diberikan Negara kepada inventor atas
"hasil invensinya" dibidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksnakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak
lain untuk melaksanakannya.
2.
Invensinya adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan
pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau
proses atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses.
Menurut Octroiwet
1910, Paten ialah hak khusus yang diberi kepada seseorang atas permohonannya
kepada orang itu yang menciptakan sebuah produk baru, cara kerja baru atau perbaikan baru dari produk atau dari cara kerja.
Berdasarkan pengertian-pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa Paten merupakan hak bagi seseorang yang telah
mendapat penemuan baru atau cara kerja baru dan perbaikannya yang kesemua istilah itu tercakup dalam satu
kata, yakni "invensi" dalam bidang teknologi yang diberikan oleh pemerintah, dan kepada pemegang
haknya diperkenankan untuk menggunakannya sendiri atau atas izinnya mengalihkan penggunaan hak itu kepada orang
lain.
Hak paten bersifat
eksklusif, sebab hanya inventor yang menghasilkan invensi yang dapat diberikan hak, namun ia dapat melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberi persetujuan
kepada pihak lain untuk melaksanakannya, misalnya melalui lisensi.
Objek Paten
Paten mempunyai objek terhadap temuaan
atau invensi (uitvinding) atau juga disebut dengan invention dalam
bidang teknologi yang secara praktis dapat digunakan dalam bidang perindustrian. Dalam bukunya "Aneka Hak Milik
Perindustrian", R.M Suryodiningrat menuliskan: Sebagaimana berdasarkan UU Merek 1961 Pasal 4 Ayat 2 b ada
klasifikasi barang - barang untuk
mana merek dipergunakan, maka demi kepentingan pendaftaran paten juga diadakan Persetujuan Internasional Kalsifikasi
Subjek (dalam kerangka hukum ini adalah objek, dari penulis) untuk paten di Strasbuorg tanggal 24 Maret 1971 (Strasbourg
Agreement).
Penggolongan
Paten
Pada dasarnya ada beberapa jenis
penggolongan paten, namun Undang-undang Indonesia hanya dikenal dua jenis saja,
yaitu paten biasa dan paten sederhana. Paten menurut Pasal 1 angka 1 adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya pada
bidang teknologi, yang selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya
tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya. Pengertian tersebut kiranya diberikan kepada jenis paten
biasa, sedangkan pengertian paten sederhana adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya berupa produk atau alat yang
baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, konstruksi
atau komponennya. Pengertian paten sederhana tersebut didasarkan pada Pasal 6
Undang-undang Nomer 14 tahun 2001 tentang Paten yang menyebutkan bahwa setiap
invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis
disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponennya dapat
memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk paten sederhana.
Undang-undang Paten Nomer 14 tahun
2001 memberikan pembedaan yang cukup tajam dalam hal pemberian jangka waktu
perlindungannya. Djumhana dan Djubaidillah menyebutkan bahwa pada umumnya
negara-negara maju memberikan batasan perlindungan Paten selama 15 (lima belas)
sampai 20 (dua puluh) tahun. Di Amerika Serikat dan Kanada perlindungan paten
diberikan selama 17 (tujuh belas) tahun, sedangkan di Italia dan Jepang selama
15 (lima belas) tahun.
Pasal 8 undang-undang Paten No 14
tahun 2002 menyebutkan bahwa paten biasa diberikan untuk jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan tidak dapat diperpanjang, sedangkan
untuk paten sederhana, jangka waktu perlindungannya adalah selama 10 (sepuluh)
tahun dan tidak dapat diperpanjang,
sehingga setelah masa tersebut berakhir paten akan menjadi public domain (milik
umum) sehingga suatu invensi akan benar-benar terbuka untuk umum. Hal ini erupakan fungsi sosial yang ada dalam hak
paten, dengan adanya fungsi sosial ini teori utilitas Jeremy Bentham dapat
lebih sesuai dalam sistem hukum paten. Menurut teori utilitas, hukum harus
dapat memberikan sebanyak mungkin manfaat dan kebahagiaan kepada sebagian besar
orang. Darji Darmodiharjo dan Sidharta meendiskripsikan pandangan Jeremy
Bentham sebagai berikut:
Pandangan Bentham sebenarnya
beranjak dari perhatiannya yang besar terhadap individu. Ia menginginkan agar
hukum pertama-tama dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada
individuindividu, bukan langsung ke masyarakat secara keseluruhan. Walaupun
demikian, Bentham tidak menyangkal bahwa disamping kepentingan individu,
kepentingan masyarakatpun perlu diperhatikan. Agar tidak terjadi bentrokan,
kepentingan individu dalam mengejar kebahagiaan sebesar-besarnya itu perlu
dibatasi. Jika tidak, akan terjadi apa yang disebut homo homini lupus (manusia
menjadi serigala bagi manusia yang lain).
Pembedaan yang lebih jelas
dipaparkan oleh Etty Susilowati melalui sebuah tabel sebagai berikut:
No.
|
Keterangan
|
Paten
|
Paten
Sederhana
|
1
|
Jumlah
Klaim
|
Satu
invensi atau beberapa yang merupakan satu kesatuan invensi
|
Satu
invensi
|
2
|
Masa
Perlindungan
|
20
tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan
|
10
tahun terhitung sejak Tanggal penerimaan
paten
|
3
|
Pengumuman
Permohonan
|
18
bulan setelah tanggal penerimaan
|
3
bulan setelah tanggal penerimaan
|
4
|
Jangka
waktu mengajukan keberatan
|
6
bulan terhitung sejak diumumkan
|
3
bulan terhitung sejak diumumkan
|
5
|
Pemeriksaan
Substantif
|
Kebaharuan
(Novelty), langkahlangkah inventif, dapat diterapkan dalam bidang industri
|
Kebaharuan
(Novelty), dapat diterapkan dalam bidang industri
|
6
|
Lama
Pemeriksaan
|
36
bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan
|
24
bulan terhitung sejak tanggal penerimaan
|
Persyaratan
Pemberian Paten
Menurut Pasal 27 Trade Related
Aspect of Intellectual Property Rights Agreement (TRIP’s), Paten diberikan
terhadap invensi apa saja, baik itu produk atau proses pada semua bidang teknologi
asalkan memenuhi syarat baru, mengandung langkah inventive, dan dapat
diaplikasikan dalam hal industri. Pasal 56 Peraturan Pemerintah Nomer 34 tahun
1991 tentang Tata Cara Permintaan Paten, menentukan bahwa suatu paten dapat
diberikan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
- Aspek
kebaharuan penemuan (novelty).
- Langkah
inventif yang terkandung dalam penemuan (inventive step).
- Dapat
atau tidaknya penemuan diterapkan atau digunakan dalam industri
(industrially aplication).
- Apakah
penemuan yang bersangkutan termasuk atau tidak termasuk dalam kelompok
penemuan yang tidak dapat diberikan paten.
- Apakah
penemu atau orang yang menerima lebih lanjut hak penemu berhak atau tidak
berhak atas paten bagi penemuan tersebut.
- Apakah
penemuan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum serta kesusilaan.
Sebuah penemuan dapat dikatakan
patentable bila memenuhi ketiga syarat substantif tersebut, yaitu novelty,
dapat dipakai dalam industri, dan mengandung langkah inventif. Syarat
kebaharuan mengharuskan agar penemuan tersebut tidak boleh diketahui terlebih
dahulu oleh publik, dimanapun, dan dengan cara apapun Djumhana dan Djubaidillah
menyatakan bahwa syarat kebaharuan dapat ditentukan berdasarkan pada batasan-batasan
tertentu seperti daerah, kapan diketahuinya penemuan, dan cara pengumuman
penemuan. Syarat kebaharuan dapat ditemukan dalam Pasal 3 Undang-undang
Nomer 14 tahun 2001 tentang Paten yang menyatakan sebagai berikut:
(1)
Suatu invensi dianggap baru jika pada
tanggal penerimaan invensi tersebut tidak sama dengan teknologi
yang dituangkan sebelumnya.
(2)
Teknologi yang dianggap sebelumnya,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah teknologi yang telah
diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan
atau melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli
untuk melaksanakan Invensi tersebut sebelum:
- Tanggal
penerimaan; atau
- Tanggal
prioritas,
(3)
Teknologi yang diungkapkan sebelumnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup dokumen.
Permohonan yang diajukan di
Indonesia yang dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan yang
pemeriksaan substantifnya sedang dilakukan, tetapi Tanggal Penerimaan tersebut
lebih awal dari pada tanggal penerimaan atau tanggal prioritas permohonan.
Berdasarkan pada Pasal diatas, maka
suatu penemuan dianggap baru jika pada saat pengajuan permintaan paten penemuan
tersebut belum diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dengan cara lisan,
tulisan, melalui peragaan atau dengan cara lain yang memunkinkan seorang ahli
untuk melaksanakan penemuan tersebut sebelum tanggal penerimaan atau tanggal
prioritas.
Tanggal prioritas ditujukan kepada
penemu asing dan berkaitan dengan hak prioritas, Pasal 1 angka (12) menjelaskan
bahwa hak prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal
dari negara yang bergabung dalam Paris Convention for the Protection of
Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization
untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara adalah merupakan
tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua
perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan berdasarkan Paris Convention tersebut.
Pasal 4 menjelaskan lebih lanjut
bahwa suatu penemuan tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaan:
1. penemuan
tersebut telah dipertunjukkan dalam pameran internasional di Indonesia atau di
luar Indonesia yang resmi atau diakui secara resmi atau dalam pameran nasional
di Indonesia yang resmi atau diakui secara resmi
2. penemuan
tersebut telah digunakan oleh penemunya untuk percobaan dengan tujuan
penelitian atau pengembangan.
Penemuan juga tidak dianggap
sebagai diumumkan jika dalam waktu 12 (dua belas) bulan sebelum tanggal
penerimaan ada pihak lain yang mengumumkan dengan cara melanggar kewajiban
untuk menjaga kerahasiaan penemuan tersebut.
Pasal 2 ayat (3) mengatur tentang
persyaratan inventive step (langkah kebaharuan). Pasal ini menjelaskan bahwa
suatu penemuan harus tidak dapat diduga sebelumnya oleh orang yang mempunyai
keahlian di bidang yang sama pada saat permohonan diajukan,
Selanjutnya Pasal 5 menjelaskan
tentang persyaratan industrially applicable. Persyaratan ini mengharuskan agar
suatu penemuan dapat dilaksanakan dalam industri. Penemuan yang bersangkutan
harus dapat dibuat secara berulang-ulang dengan kualitas yang sama, atau proses
dapat digunakan dalam praktek dalam hal paten proses.
Penemuan yang bersangkutan dapat
diproduksi atau digunakan di dalam berbagai jenis industri. Pengertian industri
merupakan pengertian yang luas misalnya apa yang sekarang dipandang sebagai
agrobisnis juga merupakan bidang industri52.
Berdasarkan pada hal tersebut, maka
lingkup perlindungan paten sangatlah luas, karena pada saat ini teknologi
mencakup hal yang luas pula, seperti teknologi pertanian, bioteknologi,
farmasi, dan lain sebagainya.
Cakupan yang luas dari teknologi
tersebut memberikan kesempatan yang luas pula kepada inventor untuk memberikan
perlindungan paten atas invensinya, dalam hal ini perlindungan dapat diberikan
asalkan memenuhi persyaratan paten dan sesuai dengan peraturan.
Pengecualian
Paten
Pengecualian tentang paten didasarkan pada Pasal 27
TRIPs Agreement Pasal 27 angka 3, menetapkan hal-hal yang dikecualikan dari
perlindungan Paten, yang meliputi:
1.
metode pemeriksaan/analisa,
pengobatan/penyembuhan dan operasi untuk menangani manusia dan hewan;
2.
tumbuhan dan hewan selain jasad renik,
dan proses biologis untuk memproduksi tumbuhan atau hewan selain proses
non-biologis dan mikrobiologis. Tetapi, Anggota wajib memberikan perlindungan
terhadap varietas tumbuhan baik dalam bentuk paten atau sistem sui generis yang
efektif atau kombinasi dari kedua bentuk perlindungan tersebut.
Ketentuan ini
akan ditinjau kembali setelah lewat waktu empat tahun sejak berlakunya
Persetujuan tentang Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia. Pengaturan
tentang pengecualian paten diatas kemudian diturunkan dalam undang-undang Nomer
14 tahun 2001 tentang Paten dalam Pasal 7, yang menyebutkan sebagai berikut:
Paten tidak diberikan untuk Invensi tentang :
a)
proses atau produk yang pengumuman dan
penggunaan atau pelaksanannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
b)
metode pemeriksaan, perawatan,
pengobatan, dan/atau pembedahan yang ditetapkan terhadap manusia dan/atau
hewan;
c)
teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan
dan matematika; atau
·
semua makhluk hidup kecuali jasad renik
·
proses biologis yang esensial untuk
memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses
mikrobiologis.
Proses biologis meliputi proses
penyilangan yang bersifat konvensional atau alami yang biasanya dilakukan
melalui stek, cangkok, atau penyerbukan, sedangkan yang dimaksud proses
non-biologis/mikrobiologis biasanya bersifat transgenik atau rekayasa genetika
dengan menyertakan proses kimiawi, fisika, penggunaan jasad renik, atau bentuk
rekayasa genetika lainnya (penjelasan Pasal 7 UU No 14 tahun 2001).
Sumber Referensi:
Saidin, H. OK. S.H., M. Hum, Aspek Hukum Hek Kekayaan
Intelektual (Intellectual
PropertyRights), Edisi Revisi
6, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
http://notariatundip2011.blogspot.com/2012/02/sekilas-mengenai-hak-paten.html
Di
akses pada tanggal 29 September 2013 pukul 15.45 WIB.
Undang-Undang Hak Paten UU No. 14 Tahun 2001
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan bijak