Tugas Sejarah Hukum Internasional




SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL

Dalam tugas mata kuliah Hukum Internasional kali ini saya akan meringkas mengenai sejarah perkembangan Hukum Internasional yang saya ambil dari berbagai sumber. Meskipun masih jauh dari lengkap, namun saya mencoba menggali sumber-sumber baik dari buku, artikel Online, dan sebagainya. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa tentu tidak luput dari kesalahan di sana sini, tentunya semua itu dapat dijadikan untuk pembelajaran saya ke depan agar lebih baik lagi.

Sejarah merupakan salah satu metode bagi pembuktian akan eksistensi dari dari sebuah norma hukum. Secara kronologis urutan perkembangan waktu yang mencerminkan perkembangan hukum internasional sampai saat ini oleh John O'Brien dibagi dalam sembilan fase: (i) periode sampai tahun 1500; (ii) abad 16; (iii) abad 17; (iv) abad 18; (v) periode 1800-1914; (vi) pendirian Liga Bangsa-Bangsa (LBB); (vii) periode inter-war years (1919- 1939); (viii) pembentukan sistem PBB; (ix) mulainya sistem baru sejak 1945.1 

Dalam beberapa literatur lain juga disebutkan beberapa versi perkembangan Hukum Internasional, tampak berlainan tetapi sebenarnya saling melengkapi. Dalam buku yang ditulis oleh Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar disebutkan bahwa perkembangan Hukum Internasional melalui beberapa masa/periode yang masing-masing memiliki kontribusi, yaitu:

1. Masa Klasik
Permulaan dari Hukum Internasional dapat kita lacak kembali, mulai dari wilayah Mesopotamia pada sekitar tahun 2100 SM. Dimana telah ditemukan sebuah traktat pada dasawarsa abad ke-20 yang ditandatangani oleh Ennamatum, pemimpin Lagash, dan pemimpin Umma. Traktat tersebut ditulis di atas batu yang di dalamnya mempersoalkan perbatasan antara kedua negara kota tersebut. Traktat tersebut dirumuskan dalam bahasa Sumeria. Tidak ketinggalan Hammurabi, raja Babilon dengan Kode Hammurabi yang memuat ketentuan mengenai pembebasan tawanan perang lengkap dengan persoalan pembayaran atau tebusannya.2
 

1 Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, (PT.Refika
Aditama: Bandung, 2006) hlm. 29-30.
2 Ibid.


Selain tersebutkan di atas, banyak bangsa-bangsa lain yang sangat berpengaruh dalam perkembangan Hukum Internasional kuno, antara lain bangsa India, Yunani, China dan Romawi. Masing-masing memiliki sumbangsih terhadap perkembangan Hukum Internasional pada masa klasik. India dengan ajaran-ajaran Hindu dengan kitabnya Manu menunjukkan pengintegrasian nilai-nilai yang memiliki derajat-derajat kemanusiaan yang tinggi. Cina memperkenalkan pentingnya nilai-nilai etika dalam proses pembelajaran untuk kelompok-kelompok yang berkuasa. Cina juga terkenal dengan upaya pembentukan perserikatan negara-negara Tiongkok yang dicanangkan oleh Kong Hu Cu yang bisa dianggap telah sebanding dengan konsepsi Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada masa modern.3

Di dalam hal lingkungan kebudayaan India kuno telah terdapat kaedah-kaedah dan lembaga-lembaga hukum yang mengatur hubungan atara kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja. Menurut penyelidikan yang diadakan oleh Bannerjce dimasa beberapa abad sebelum masehi kerajaan-kerajaan India sudah mengadakan hubungan satu sama lain yang diatur oleh adat kebiasaan. adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Salah seorang pujangga yang terkenal diwaktu itu adalah Kautilya atau Chanakya yang menurut perkiraan adalah penulis dari pada buku Artha Sastra. Gautamasutra yang berasal dari abad ke VI sebelum Masehi dan merupakan salah satu karya dibidang hukum yang tertua telah menyebutkan tentang hukum kerajaan disamping hukum kasta dan hukum keluarga. Tulisan-tulisan pada masa itu telah menunjukkan adanya ketentuan-ketentuan atau kaedah-kaedah yang mengatur hubungan raja-raja atau kerajaan demikian. Hukum bangsa-bangsa di zaman India kuno sudah mengenal ketentuan-ketentuan yang mengatur  kedudukan dan hak-hak istimewa diplomat atau utusan raja yang dinamakan duta. Juga ketentuan-ketentuan mengenai perlakuan tawanan perang dan cara melakukan perang (the conduct of war) sudah diatur dengan jelas. bagaimanapun juga melihat bukti-bukti yang telah ditemukan oleh sarjana-sarjana dapatlah dikatakan bahwa di India kuno telah ada semacam hukum yang dapat dinamakan hukum bangsa-bangsa.4

 

3   Ibid,. hlm. 30.
4   Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: alumni, 2002), hlm 24-25





Kemudian ada bangsa Yunani Kuno yang memiliki sumbangsih dalam perkembangan Hukum Internasional melalui pemikiran-pemikirannya yang terkait dengan persoalan- persoalan publik seperti arbitrase, keadilan, dan perlindungan warga negara yang dicetuskan oleh beberapa tokoh-tokoh terkenalnya pada masa itu seperti Aristoteles, Zeno, dan Cicero.5

Lingkungan kebudayaan lain di zaman kuno yang sudah mengenal semacam hum bangsa-bangsa adalah kebudayaan Jahudi. Orang Jahudi sebagaimana terbukti dari buku-buku kuno mereka a.l. Kitab perjanjian lama sudah mengenal ketentuan-ketentuan mneganai perjanjian, perlakuan orang asing dan cara melakukan perang. Akan tetapi di dalam hukum perang masih dibedakan dalam hukum perang Jahudi ini diperlakukan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan. Terhadap musuh demikian diperbolehkan penyimpangan-penyimpangan pada ketentuan-ketentuan hukum perang.6
                Lingkungan kebudayaan lainnya yang juga sudah mengenal aturan-aturan yang mengatur hubungan antara kumpulan-kumpulan manusia dengan lingkungan kebudayaan Junani yang sebagaimana telah diketahui hidup didalam negara-negara kota. Menurut hukum negara-negara kota ini penduduk digolongkan ke dalam dua golongan yaitu orang Junani dan orang-orang luar dianggap orang biadab (barbar). Masyarakat Junani sudah menganal perwasitan dan diplomasi yang tinggi tingakt perkembangannya. Mereka juga menggunakan wakil-wakil dagang yang melakukan banyak tugas yang sekarang dilaksanakan oleh konsul. Akan tetapi sumbangan yang paling berharga dari pada kebudayaan Junani waktu itu bagi hukum internasional adalah Konsep Hukum Alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak di manapun juga dan berasal dari ratio atau akal sehat.7




 

5  Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Op. Cit., hlm 31-32
6  Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Op. Cit., hlm 25-26
7  Ibid,.



Konsep hukum alam ini adalah konsep yang telah dikembangkan oleh ahli filsafah yang hidup dalah abad ke III sebelum Masehi. Dari Junani pelajaran hukum alam ini diteruskan ke Roma dan Romalah yang memperkenalkannya kepada dunia. Sebagaimana kita ketahui pelajaran hukum alam ini telah memainkan peranan yang panting di dalam sejarah hukum Internasional dan setelah terdesak untuk bebrapa waktu oleh ajaran kaum positivist, mengalami kebangunan kembali (revival) setelah perang dunia ke II.8
Bangsa Romawi pun memiliki sumbangsih yang siginifikan terhadap perkembangan Hukum Internasional. Pada masa Romawi Kuno banyak terdapat konsep-konsep Hukum Internasional yang masih dipakai sampai sekarang seperti penandatanganan dan ratifikasi dalam proses perjanjian internasional serta konsep kekebalan (immunity) dari duta.9 

2. Masa Pertengahan
Sebenarnya pada masa ini Hukum Internasional kurang mendapatkan perhatian, bahkan bisa dikatakan mengalami kemunduran. Peran keagamaan secara berlebih-lebihan mendominasi sektor-sektor sekular. Kemunduran luar biasa ini berakibat pada terpinggirkannya rasio, karena itu tidak mengherankan apabila zaman pertengahan disebut sebagai masa kegelapan (the dark age).10

Benih-benih perkembangan Hukum Internasional dapat ditemukan di daerah-daerah yang berada di luar jangkauan kekuasaan Geraja Roma. Negara-negara ini antara lain Inggris, Prancis, Venesia, Swedia, Portugal, dan Aragon. Perjanjian-perjanjian pada jaman ini mencerminkan pengaturan mengenai peperangan, meliputi perdamaian, gencatan senjata, dan persekutuan-persekutuan.11 




 

8   Ibid,. hlm. 26
9   Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Op. Cit., hlm 33
10 Op. Cit., hlm 34
11 Op. Cit., hlm 34-35


Walaupun menurut anggapan umum selama abad pertengahan tidak dikenal satu sistim organisasi masyarakat nasional yang terdiri dari pada negara-negara yang merdeka namun menuntut penyelidikan – penyelidikan yang terakhir beranggapan tadi ternyata tidak seluruhnya benar. Memang benar selama abad pertengahan ini Dunia Barat dikuasai oleh satu sistim feudal yang berpuncak pada Kaisar sedangkan kehidupan Geraja berpuncak pada Paus sebagai kepala gereja katolik roma. Masyarakat Eropah waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan tekhta suci. Masyarakat Eropah inilah yang menjadi pewaris kebudayaan Romawi dan Junani.12

Pada akhir masa pertengahan, Hukum Internasional digunakan dalam berbagai macam isu (politik, pertahanan, dan militer) seiring dengan mulai melemahnya kekuasaan keagamaan yang ditandai dengan maraknya upaya-upaya sekularisasi yang tidak terlepas dari proses terbentuknya negara-bangsa-negara-bangsa modern yang mendasarkan kekuasaannya pada legitimasi faktor-faktor sekular. Keadaan ini tercermin dengan jelas pada tulisan Machiavelli yang berjudul Il Principe yang menelanjangi kekuasaan, kemudian ada Martin Luther yang mengingunkan adanya pemisahan kekuasaan, di satu sisi wilayah spiritual dengan sekular di sisi lain. Lantas kemudian terdapat Jean Bodin dengan konsep kedaulatannya melalui buku berjudul Six Livres de la Republique (terbit 1576). Satu lagi tokoh asal Italia Alberico Gentili, seorang Professor hukum sipil di Oxford Inggris mengabdikan dirinya pada persoalan-persoalan yang terkait dengan pembentukan traktat, penggunaan kekerasan, hak-hak budak dan kebebasan di laut dengan karya utamanya yang berjudul De Jure Belli Libri Tres yang muncul pada tahun 1598.13






 

12 Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Op. Cit., hlm
13   Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Op. Cit., hlm 35-36



3. Hukum Internasional Islam

Ditinjau dari aspek sejarah, Islam memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan Hukum Internasional, tidak saja pada tataran teoritis belaka tetapi juga dalam dimensi praktis hubungan antara negara-negara Islam termasuk organisasinya dengan negara-negara Barat lainnya. Hukum Internasional modern tidak murni sebagai hukum yang secara eksklusif warisan dari Eropa, peradaban Islam memberikan pengaruh juga terhadap perkembangan sistem Hukum Internasional. Sejarahwan Eropa yang menyatakan hal ini antara lain Marcel Boissard dan Theodor Landschdeit.14 

Dr.M.Abu Zahrah mengemukakan sepuluh prinsip dasar tentang kelangsungan hubungan internasional dalam teori dan praktek kaum Muslimin di masa lalu, yaitu: (1) Islam  menempatkan kehormatan dan martabat manusia sebagai makhluk terhormat, ia sebagai Khalifah (wakil Tuhan) di muka bumi. (2) manusia sebagai umat yang satu dan disatukan, bukan saja oleh proses teori evolusi historis dari satu keturunan Nabi Adam,
melainkan juga oleh sifat kemanusiaan yang universal. (3) prinsip kerjasama kemanusiaan (ta'awun insani) dengan menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. (4) prinsip toleransi (tashomah) dan tidak merendahkan pihak lain. (5) adanya kemerdekaan (harriyah), kemerdekaan menjadi sangat penting sebab merupakan akar pertumbuhan dan kesempurnaan manusia. (6) akhlak yang mulia dan keadilan. (7) perlakuan yang sama dan anti diskriminasi. (8) pemenuhan atas janji. (9) Islam menyeru pada perdamaian, karena itu mematuhi kesepakatan merupakan kewajiban hukum dan agama. (10) prinsip kasih sayang dan mencegah kerusakan.15 

Selain itu, kontribusi Islam terhadap perkembangan Hukum Internasional dapat dilihat pada konsepsi siyar yang merupakan cabang dari shari'ah. Pemahaman siyar dapat dilihat pada hubungan antara negara-negara Muslim dan non-Muslim dan sesama negara Muslim. Selain itu konsepsi siyar dapat juga dilihat dalam sikap netralitas dari satu negara Islam terhadap dua negara yang sedang bertikai. Siar ini -



 

14 Ibid., hlm. 36-37.
15 Ibid., .

memiliki sumber-sumber tambahan selain sumber-sumber utama (Al-Quran dan As-Sunnah), sumber tambahan (subsidiary sources) tersebut adalah praktek-praktek Empat Khalifah pertama yang diklaim oleh ahli-ahli Hukum Islam dapat melengkapi Al-Quran, selain itu sumber tambahan ini dapat berupa pendapat-pendapat sarjana Hukum Islam, putusan Arbitrase, hukum nasional yang terkait dengan materi siyar, deklarasi unilateral yang terkait dengan siyar, dan kebiasaan. Jika diperhatikan konstruksi sumber-sumber hukum tersebut terdapat kemiripan dengan sumber-sumber hukum yang didaftar dalam Statuta ICJ.16 

4. Hukum Internasional Modern
Pada abad ketujuh belas dan delapan belas semangat baru memasuki Hukum Internasional. Semangat ini dikembangkan oleh pemikir/penulis berpengaruh seperti Hugo de Groot (Grotius), Samuel Pufendorf, Ricardo Zouche, Cornelis van Bynkershoek sampai ke Jeremy Bentham yang memberi nama "Hukum Internasional". Pada abad ini, Hukum Bangsa-Bangsa (Hukum Internasional) mendapatkan perhatian dan pengertian yang jelas yakni hukum yang secara eksklusif mengatur hubungan antar negara-negara.17

Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara lahir dengan kelahiran masyarakat internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional. sebagai titik saat  lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditanda-tanganinya Perjanjian Perdamaian West Phalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun  (thirty Years War) di Eropa.18

Berlanjut pada abad kesembilan belas, muncul kelompok dengan paham Positivistik mengungkapkan bahwa "hukum yang mengikat negara adalah hukum yang mana negara tersebut telah memberikan persetujuan". Kemudian muncul pemahaman bahwa Hukum Internasional merupakan hukum antar negara bukanlah hukum yang di atas negara sebagaimana yang terdapat dalam pemahaman kelompok naturalis. Pada abad kesembilan belas ini juga ditandai dengan berdirinya dua organisasi yang menampung para ahli Hukum Internasional (the International Law Association -
 

16 Ibid., hlm. 37-38.
17 Ibid., hlm 39-40
18 Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Op. Cit., hlm 24




dan Institut de droit Internastional). Hukum Internasional telah menjadi objek studi dalam skala luas dan memungkinkan penanganan persoalan Hukum Internasional secara lebih profesional. Masih di abad kesembilan belas, Hukum Internasional berkembang sangat pesat seiringdengan bangkitnya negara-bangsa (nation states), dimana negara-negara baru tersebut memiliki persoalan dalam hal pelaksanaan hubungan luar negerinya. Di universitas- universitas Eropa, Hukum Internasional juga telah menjadi cabang studi yang dipelajari secara serius. Artikel atau tulisan dari para professor semakin mempengaruhi perkembangan Hukum Internasional.19

Memasuki abad kedua puluh, Hukum Internasional berkembang karena beberapa faktor atau peristiwa penting seperti peningkatan jumlah negara baru, tingkat saling ketergantungan yang cukup tinggi, ketertimpangan antara negara maju dan berkembang, Perang Dunia I (1914-1918), terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa (1919), terbentuknya the Permanent Court of Internastional Justice (PCIJ-1922-basis dari International Court of Justice-ICJ), dan peristiwa fenomenal yaitu Perang Dunia II.20
Perang Dunia ke I diakhiri dengan pernjajian perdamaian Versailles (1919) antara negara-negara sekutu dengan jerman, diikuti oleh perjanjian Saint-Germain (1919) dengan Austria, Perjanjian Neuilly (1919) dengan Bulgaria, dan perjanjian perdamaian Trianon (1920) dengan Hungaria. Perjanjian-perjanjian ini mempunyai cakupan yang lebih  luas dibandingkan dengan setiap pernjajian perdamaian lain sebelumnya. Sebagai prototipe daripadanya, yaitu perjanjian Versailles yang mulai efektif pada tanggal 10 Januari 1920. 21

5. Hukum Internasional Dalam Sistem Baru
Langkah-langkah penting untuk menuju terciptanya sebuah sistem baru dalam Hukum Internasional adalah upaya-upaya konkrit melalui kesepakatan-kesepakatan


 

19 Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Op. Cit., hlm 41-42
20 Ibid., hlm. 42-44.
21 Sam Suhaedi Admawira dan Arthur Nussbaum, Sedjarah Hukum Internasional, (Bina Tjipta: Bandung, 1970) hlm 193



dan pembuatan Komite Sementara untuk menyiapkan PBB sebagai organisasi internasional. Peristiwa penting pada masa ini antara lain: (a) The Inter Allied Declaration (12 Juni 1941-Inggris Raya menyatakan untuk mendirikan dunia pasca perang yang berlandaskan perdamaian dan keamanan), (b) Piagam Atlantic (Agustus 1941-Churchill dan Roosevelt bersepakat untuk menegaskan prinsip-prinsip umum dasar mekanisme internasional pasca perang), (c) Deklarasi Bangsa-bangsa Bersatu (1 Januari 1942-kesepakatan pembentikan organisasi internasional baru dengan nama PBB), (d) Komite London 20 Mei 1943, pembahasan pembentukan ICJ), (e) Deklarasi Moskow (30 Oktober 1943-AS, Inggris, China dan Uni Sovyet menandatangani deklarasi pembentukan sebuah badan yang memiliki tanggung jawab dalam hal perdamaian), (f) Teheran (November 1943- Roosevelt, Churchill, dan Stalin menyetujui apabila badan internasional baru memiliki kewenangan perihal persoalan penjaga perdamaian), (g) Bretton Woods (1-21 Juli 1944- awal pendirian rezim hukum ekonomi internasional), (h) Konferensi Dumbarton Oaks (21 Agustus-Oktober 1944-konferensi awal pendirian PBB), (i) Konferensi Yalta (4-11 Februari 1945-pembahasan struktur organisasi pasca perang), dan (j) Konferensi San Fransisco (25 April-26 Juni 1945-penandatanganan Piagam PBB dan draf Statuta ICJ disetujui).22

6. Menuju Tata Pemerintahan Global
Masa dimana PBB telah berdiri dan menjalankan tugasnya pasca perang yaitu menciptakan kondisi damai dan saling menghormati yang timbul akibat perjanjian dan terpeliharanya sumber Hukum Internasional lainnya. PBB memiliki peran sentral untuk berfungsinya dan sekaligus juga promotor bagi pembentukan Hukum Internasional.23

Pada masa ini ditandai dengan munculnya blok-blok kekuatan di dunia yang dikenal dengan Blok Barat (AS dan negara-negara Eropa Barat-ditandatanganinya Traktat AtlantikUtara (NATO) pada tahun 1949), Blok Timur (China dan negara Eropa Timur-kekuatan komunis), dan negara Dunia Ketiga (negara Asia-Afrika pasca Konferensi Asia-Afrika Bandung April 1955).24 

 

22 Ibid,.  hlm. 45-46.
23  Ibid., hlm. 47
24 Ibid., hlm. 48-49

Dalam literatur lain, seperti yang terdapat dalam buku yang ditulis oleh Boer Mauna, disebutkan bahwa dengan prinsip dasar: "Law exists only in a society, and a society cannot exist without a system of law to regulate the relations of its members with one another" (Brierly). Hukum Internasional telah ada sejak jaman dahulu. Ini terbukti pada jaman Yunani kuno atau Romawi kuno, mereka sudah mengadakan perjanjian-perjanjian dengan negara- negara atau kerajaan lain, seperti perjanjian damai, persahabatan bahkan perjanjian perang sekalipun. Pada abad ke-15 dan 16, di city-states Italia, seperti Venice, Genoa dan Florence berkembang praktek pengiriman duta-duta besar residen ke ibukota masing-masing, yang berakibat dibuatnya peraturan-peraturan mengenai hubungan diplomatik, khususnya yang mengatur kekebalan-kekebalan para dubes dan stafnya.25 

Hukum Internasional dalam arti modern, baru berkembang sejak abad ke-16 dan 17, dimana mulai bermunculan negara-negara dengan sistim hukum modern di daratan Eropa. Pada saat itu bermunculan pendapat-pendapat atau pemikiran-pemikiran dari para tokoh/ahli kenamaan di Eropa, sehingga mengakibatkan munculnya 2 golongan yang mengiringi perkembangan Hukum Internasional. Golongan tersebut adalah golongan Naturalis dan golongan Positivis.26 

1. Golongan Naturalis
Menurut golongan ini, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari dan bukan dibuat. Golongan ini bersumberkan pada ajaran hukum Tuhan atau bisa disebut sebagai Teori Hukum Alam. Salah satu tokohnya adalah seorang Belanda bernama Hugo de Groot (Grotius), dimana karyanya yang terkenal dan memberi sumbangsih yang sangat besar dalam perkembangan Hukum Internasional adalah De jure belli ac pacis (Hukum Perang dan Damai). Karya tersebut berisikan dasar-dasar baru yang mengatur hubungan antar negara. Teori hukum alam saat ini hampir jarang dipergunakan atau mempunyai pengaruh besar, mengingat negara-negara modern melihat Hukum Internasional sebagai hasil perumusan kehendak bersama yang disebut sebagai hukum positif.27 
 

 25 Disarikan dari Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional; Pengertian, Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2, Alumni, Bandung, hlm. 4-5.
26 Ibid., hlm. 5.
27 Ibid., hlm. 6.

2. Golongan Positivis

Menurut golongan ini, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip- prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. JJ Rousseau dalam bukunya Du contract social, La loi c'est I'expression de la volonte generale Hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Perkembangannya teori ini dikenal sebagai Teori Hukum Positif. Teori ini mulai berkembang di abad ke -18. Di abad ke-19, Hukum Internasional berkembang dengan cepat karena beberapa faktor, antara lain: (a) Negara- negara Eropa sesudah kongres Wina 1815 berjanji untuk selalu memakai prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain; (b) Banyak dibuat perjanjian- perjanjian (law-making treaties) seperti di bidang perang, peradilan, arbitrase dll;  (c) Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral yang sering melahirkan ketentuan- ketentuan hukum baru.28 
Pertengahan abad ke-20, Hukum Internasional semakin pesat perkembangannya karena: (a) Banyaknya negara-negara baru yang lahir; (b) IPTEK berkembang pesat yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang; (c) Banyaknya perjanjian-perjanjian, baik bilateral, multilateral, regional atau global; dan (d) Bermunculannya organisasi-organisasi internasional seperti PBB. Dengan demikian Hukum Internasional sudah semakin berkembang dan mengatur berbagai aspek-aspek hubungan antar negara demi tercapainya kesejahteraan dan keserasian dalam kehidupan antar bangsa.29










 

28 Ibid,.  hlm. 7.
29 Ibid.,


DAFTAR PUSTAKA


Admawira Sam Suhaedi, dan Arthur Nussbaum, Sedjarah Hukum Internasional, 1970, Bina Tjipta, Bandung.
Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional; Pengertian, Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2, Alumni, Bandung.
Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, 2002, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung.
Thontowi Jawahir, dan Pranoto Iskandar, 2006, Hukum Internasional Kontemporer, PT.Refika Aditama, Bandung.

Komentar

Postingan Populer