Tugas Sejarah Hukum Internasional
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM
INTERNASIONAL
Dalam tugas mata kuliah Hukum Internasional kali ini
saya akan meringkas mengenai sejarah perkembangan Hukum Internasional yang saya
ambil dari berbagai sumber. Meskipun masih jauh dari lengkap, namun saya
mencoba menggali sumber-sumber baik dari buku, artikel Online, dan sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai mahasiswa tentu tidak luput dari kesalahan di sana
sini, tentunya semua itu dapat dijadikan untuk pembelajaran saya ke depan agar
lebih baik lagi.
Sejarah merupakan salah satu metode bagi pembuktian
akan eksistensi dari dari sebuah norma
hukum. Secara kronologis urutan perkembangan waktu yang mencerminkan perkembangan hukum internasional sampai saat ini
oleh John O'Brien dibagi dalam sembilan fase: (i) periode sampai tahun
1500; (ii) abad 16; (iii) abad 17; (iv) abad 18; (v) periode 1800-1914; (vi)
pendirian Liga Bangsa-Bangsa (LBB); (vii) periode inter-war years (1919- 1939); (viii) pembentukan sistem PBB; (ix) mulainya
sistem baru sejak 1945.1
Dalam beberapa literatur lain juga disebutkan beberapa
versi perkembangan Hukum Internasional, tampak berlainan tetapi
sebenarnya saling melengkapi. Dalam buku yang ditulis
oleh Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar disebutkan bahwa perkembangan Hukum Internasional melalui beberapa masa/periode
yang masing-masing memiliki kontribusi,
yaitu:
1. Masa Klasik
Permulaan dari Hukum Internasional dapat kita lacak
kembali, mulai dari wilayah Mesopotamia
pada sekitar tahun 2100 SM. Dimana telah ditemukan sebuah traktat pada dasawarsa
abad ke-20 yang ditandatangani oleh Ennamatum, pemimpin Lagash, dan pemimpin
Umma. Traktat tersebut ditulis di atas batu yang di dalamnya mempersoalkan perbatasan antara kedua negara kota tersebut.
Traktat tersebut dirumuskan dalam bahasa
Sumeria. Tidak ketinggalan Hammurabi, raja Babilon dengan Kode Hammurabi
yang memuat ketentuan mengenai pembebasan tawanan
perang lengkap dengan persoalan pembayaran atau tebusannya.2
![]() |
1 Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, (PT.Refika
Aditama: Bandung, 2006) hlm. 29-30.
2 Ibid.
Selain
tersebutkan di atas, banyak bangsa-bangsa lain yang sangat berpengaruh dalam
perkembangan Hukum Internasional kuno, antara lain bangsa India, Yunani, China
dan Romawi. Masing-masing memiliki sumbangsih
terhadap perkembangan Hukum Internasional
pada masa klasik. India dengan ajaran-ajaran Hindu dengan kitabnya Manu menunjukkan pengintegrasian nilai-nilai yang
memiliki derajat-derajat kemanusiaan yang tinggi. Cina memperkenalkan
pentingnya nilai-nilai etika dalam proses pembelajaran untuk kelompok-kelompok yang berkuasa. Cina juga terkenal dengan upaya pembentukan perserikatan negara-negara Tiongkok
yang dicanangkan oleh Kong Hu Cu yang bisa dianggap telah sebanding
dengan konsepsi Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada masa
modern.3
Di
dalam hal lingkungan kebudayaan India kuno telah terdapat kaedah-kaedah dan
lembaga-lembaga hukum yang mengatur hubungan atara kasta, suku-suku bangsa dan
raja-raja. Menurut penyelidikan yang diadakan oleh Bannerjce dimasa beberapa
abad sebelum masehi kerajaan-kerajaan India sudah mengadakan hubungan satu sama
lain yang diatur oleh adat kebiasaan. adat kebiasaan yang mengatur hubungan
antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Salah seorang pujangga yang terkenal
diwaktu itu adalah Kautilya atau Chanakya yang menurut perkiraan adalah penulis
dari pada buku Artha Sastra. Gautamasutra yang berasal dari abad ke VI sebelum
Masehi dan merupakan salah satu karya dibidang hukum yang tertua telah
menyebutkan tentang hukum kerajaan disamping hukum kasta dan hukum keluarga. Tulisan-tulisan
pada masa itu telah menunjukkan adanya ketentuan-ketentuan atau kaedah-kaedah
yang mengatur hubungan raja-raja atau kerajaan demikian. Hukum bangsa-bangsa di
zaman India kuno sudah mengenal ketentuan-ketentuan yang mengatur kedudukan dan hak-hak istimewa diplomat atau
utusan raja yang dinamakan duta. Juga ketentuan-ketentuan mengenai perlakuan
tawanan perang dan cara melakukan perang (the conduct of war) sudah diatur
dengan jelas. bagaimanapun juga melihat bukti-bukti yang telah ditemukan oleh
sarjana-sarjana dapatlah dikatakan bahwa di India kuno telah ada semacam hukum
yang dapat dinamakan hukum bangsa-bangsa.4
![]() |
3 Ibid,. hlm. 30.
4 Mochtar
Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung:
alumni, 2002), hlm 24-25
Kemudian
ada bangsa Yunani Kuno yang memiliki sumbangsih dalam perkembangan Hukum
Internasional melalui pemikiran-pemikirannya yang terkait dengan persoalan- persoalan publik seperti arbitrase, keadilan, dan
perlindungan warga negara yang dicetuskan oleh beberapa tokoh-tokoh
terkenalnya pada masa itu seperti Aristoteles, Zeno, dan Cicero.5
Lingkungan
kebudayaan lain di zaman kuno yang sudah mengenal semacam hum bangsa-bangsa
adalah kebudayaan Jahudi. Orang Jahudi sebagaimana terbukti dari buku-buku kuno
mereka a.l. Kitab perjanjian lama sudah mengenal ketentuan-ketentuan mneganai
perjanjian, perlakuan orang asing dan cara melakukan perang. Akan tetapi di
dalam hukum perang masih dibedakan dalam hukum perang Jahudi ini diperlakukan
terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan. Terhadap musuh demikian
diperbolehkan penyimpangan-penyimpangan pada ketentuan-ketentuan hukum perang.6
Lingkungan kebudayaan
lainnya yang juga sudah mengenal aturan-aturan yang mengatur hubungan antara
kumpulan-kumpulan manusia dengan lingkungan kebudayaan Junani yang sebagaimana
telah diketahui hidup didalam negara-negara kota. Menurut hukum negara-negara kota
ini penduduk digolongkan ke dalam dua golongan yaitu orang Junani dan
orang-orang luar dianggap orang biadab (barbar). Masyarakat Junani sudah
menganal perwasitan dan diplomasi yang tinggi tingakt perkembangannya. Mereka
juga menggunakan wakil-wakil dagang yang melakukan banyak tugas yang sekarang
dilaksanakan oleh konsul. Akan tetapi sumbangan yang paling berharga dari pada
kebudayaan Junani waktu itu bagi hukum internasional adalah Konsep Hukum Alam
yaitu hukum yang berlaku secara mutlak di manapun juga dan berasal dari ratio
atau akal sehat.7
![]() |
5
Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Op. Cit., hlm 31-32
6
Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Op. Cit., hlm 25-26
7
Ibid,.
Konsep
hukum alam ini adalah konsep yang telah dikembangkan oleh ahli filsafah yang
hidup dalah abad ke III sebelum Masehi. Dari Junani pelajaran hukum alam ini
diteruskan ke Roma dan Romalah yang memperkenalkannya kepada dunia. Sebagaimana
kita ketahui pelajaran hukum alam ini telah memainkan peranan yang panting di
dalam sejarah hukum Internasional dan setelah terdesak untuk bebrapa waktu oleh
ajaran kaum positivist, mengalami kebangunan kembali (revival) setelah perang
dunia ke II.8
Bangsa Romawi pun memiliki sumbangsih yang siginifikan
terhadap perkembangan Hukum
Internasional. Pada masa Romawi Kuno banyak terdapat konsep-konsep Hukum Internasional yang masih dipakai sampai sekarang seperti
penandatanganan dan ratifikasi dalam proses
perjanjian internasional serta konsep kekebalan (immunity) dari duta.9
2.
Masa Pertengahan
Sebenarnya pada masa ini Hukum Internasional kurang
mendapatkan perhatian, bahkan bisa dikatakan
mengalami kemunduran. Peran keagamaan secara berlebih-lebihan mendominasi sektor-sektor sekular. Kemunduran luar biasa
ini berakibat pada terpinggirkannya
rasio, karena itu tidak mengherankan apabila zaman pertengahan disebut sebagai masa kegelapan (the dark age).10
Benih-benih perkembangan Hukum Internasional dapat
ditemukan di daerah-daerah yang berada
di luar jangkauan kekuasaan Geraja Roma. Negara-negara ini antara lain Inggris,
Prancis,
Venesia, Swedia, Portugal, dan Aragon. Perjanjian-perjanjian pada jaman ini mencerminkan pengaturan mengenai peperangan,
meliputi perdamaian, gencatan senjata,
dan persekutuan-persekutuan.11
![]() |
8 Ibid,. hlm. 26
9 Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Op. Cit., hlm 33
10 Op. Cit., hlm 34
11 Op. Cit., hlm
34-35
Walaupun
menurut anggapan umum selama abad pertengahan tidak dikenal satu sistim
organisasi masyarakat nasional yang terdiri dari pada negara-negara yang
merdeka namun menuntut penyelidikan – penyelidikan yang terakhir beranggapan
tadi ternyata tidak seluruhnya benar. Memang benar selama abad pertengahan ini
Dunia Barat dikuasai oleh satu sistim feudal yang berpuncak pada Kaisar
sedangkan kehidupan Geraja berpuncak pada Paus sebagai kepala gereja katolik
roma. Masyarakat Eropah waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang
terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan tekhta suci. Masyarakat Eropah
inilah yang menjadi pewaris kebudayaan Romawi dan Junani.12
Pada
akhir masa pertengahan, Hukum Internasional digunakan dalam berbagai macam isu (politik, pertahanan, dan militer) seiring
dengan mulai melemahnya kekuasaan keagamaan
yang ditandai dengan maraknya upaya-upaya sekularisasi yang tidak terlepas dari
proses terbentuknya negara-bangsa-negara-bangsa modern yang mendasarkan kekuasaannya
pada legitimasi faktor-faktor sekular. Keadaan ini tercermin dengan jelas pada tulisan Machiavelli yang berjudul Il Principe
yang menelanjangi kekuasaan, kemudian
ada Martin Luther yang mengingunkan adanya pemisahan kekuasaan, di satu sisi
wilayah spiritual dengan sekular di sisi lain. Lantas kemudian terdapat Jean
Bodin dengan konsep kedaulatannya melalui
buku berjudul Six Livres de la Republique (terbit 1576). Satu lagi tokoh asal Italia Alberico
Gentili, seorang Professor hukum sipil di Oxford Inggris mengabdikan dirinya
pada persoalan-persoalan yang terkait dengan pembentukan traktat,
penggunaan kekerasan, hak-hak budak dan kebebasan di laut dengan karya utamanya yang berjudul De Jure Belli Libri Tres
yang muncul pada tahun 1598.13
![]() |
12 Mochtar Kusumaatmadja & Etty R.
Agoes, Op. Cit., hlm
13 Jawahir Thontowi,
dan Pranoto Iskandar, Op. Cit., hlm 35-36
3. Hukum Internasional Islam
Ditinjau dari aspek sejarah, Islam memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap perkembangan Hukum Internasional, tidak
saja pada tataran teoritis belaka tetapi juga dalam dimensi praktis hubungan
antara negara-negara Islam termasuk organisasinya dengan negara-negara Barat
lainnya. Hukum Internasional modern tidak murni sebagai hukum yang secara eksklusif warisan dari Eropa, peradaban Islam
memberikan pengaruh juga terhadap
perkembangan sistem Hukum Internasional. Sejarahwan Eropa yang menyatakan hal ini antara lain Marcel Boissard
dan Theodor Landschdeit.14
Dr.M.Abu Zahrah mengemukakan sepuluh prinsip dasar
tentang kelangsungan hubungan internasional
dalam teori dan praktek kaum Muslimin di masa lalu, yaitu: (1) Islam menempatkan
kehormatan dan martabat manusia sebagai makhluk terhormat, ia sebagai Khalifah (wakil Tuhan) di muka bumi. (2) manusia sebagai
umat yang satu dan disatukan, bukan saja oleh proses teori
evolusi historis dari satu keturunan Nabi Adam,
melainkan juga oleh sifat kemanusiaan yang universal. (3)
prinsip kerjasama kemanusiaan (ta'awun insani) dengan
menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. (4) prinsip
toleransi (tashomah) dan tidak merendahkan pihak lain. (5) adanya kemerdekaan (harriyah),
kemerdekaan menjadi sangat penting sebab merupakan akar pertumbuhan dan
kesempurnaan manusia. (6) akhlak yang mulia dan keadilan. (7) perlakuan yang sama dan anti diskriminasi. (8) pemenuhan atas
janji. (9) Islam menyeru pada perdamaian,
karena itu mematuhi kesepakatan merupakan kewajiban hukum dan agama. (10) prinsip kasih sayang dan mencegah kerusakan.15
Selain
itu, kontribusi Islam terhadap perkembangan Hukum Internasional dapat dilihat
pada konsepsi siyar yang merupakan cabang dari shari'ah. Pemahaman siyar dapat dilihat pada hubungan antara negara-negara Muslim
dan non-Muslim dan sesama negara Muslim. Selain itu konsepsi siyar dapat juga
dilihat dalam sikap netralitas dari satu negara Islam terhadap dua negara yang sedang bertikai. Siar ini -

14 Ibid., hlm. 36-37.
15 Ibid., .
memiliki sumber-sumber tambahan selain sumber-sumber
utama (Al-Quran dan As-Sunnah), sumber tambahan (subsidiary sources) tersebut
adalah praktek-praktek Empat Khalifah pertama yang diklaim oleh ahli-ahli Hukum Islam dapat melengkapi Al-Quran, selain itu
sumber tambahan ini dapat berupa
pendapat-pendapat sarjana Hukum Islam, putusan Arbitrase, hukum nasional yang terkait dengan materi siyar,
deklarasi unilateral yang terkait dengan siyar, dan kebiasaan. Jika diperhatikan konstruksi sumber-sumber hukum
tersebut terdapat kemiripan dengan sumber-sumber
hukum yang didaftar dalam Statuta ICJ.16
4.
Hukum Internasional Modern
Pada abad ketujuh belas dan delapan belas semangat baru
memasuki Hukum Internasional. Semangat ini dikembangkan
oleh pemikir/penulis berpengaruh seperti Hugo
de Groot (Grotius), Samuel Pufendorf, Ricardo Zouche, Cornelis van Bynkershoek sampai ke Jeremy Bentham yang memberi nama
"Hukum Internasional". Pada abad ini, Hukum Bangsa-Bangsa
(Hukum Internasional) mendapatkan perhatian dan pengertian yang jelas yakni hukum yang secara eksklusif
mengatur hubungan antar negara-negara.17
Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem
hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara lahir dengan kelahiran
masyarakat internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional. sebagai
titik saat lahirnya negara-negara
nasional yang modern biasanya diambil saat ditanda-tanganinya Perjanjian
Perdamaian West Phalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun (thirty Years War) di Eropa.18
Berlanjut
pada abad kesembilan belas, muncul kelompok dengan paham Positivistik mengungkapkan bahwa "hukum yang mengikat
negara adalah hukum yang mana negara tersebut
telah memberikan persetujuan". Kemudian muncul pemahaman bahwa Hukum Internasional merupakan hukum antar negara
bukanlah hukum yang di atas negara sebagaimana
yang terdapat dalam pemahaman kelompok naturalis. Pada abad kesembilan
belas ini juga ditandai dengan berdirinya dua organisasi yang menampung para
ahli Hukum Internasional (the International Law Association -

16 Ibid., hlm. 37-38.
17 Ibid., hlm 39-40
18 Mochtar Kusumaatmadja & Etty R.
Agoes, Op. Cit., hlm 24
dan
Institut de droit Internastional). Hukum Internasional telah menjadi objek
studi dalam skala luas dan memungkinkan penanganan persoalan Hukum
Internasional secara lebih profesional. Masih di abad kesembilan belas, Hukum
Internasional berkembang sangat pesat seiringdengan
bangkitnya negara-bangsa (nation states), dimana negara-negara baru tersebut memiliki persoalan dalam hal pelaksanaan hubungan
luar negerinya. Di universitas- universitas Eropa, Hukum Internasional
juga telah menjadi cabang studi yang dipelajari secara serius. Artikel atau tulisan dari para professor semakin
mempengaruhi perkembangan Hukum
Internasional.19
Memasuki
abad kedua puluh, Hukum Internasional berkembang karena beberapa faktor atau peristiwa penting seperti peningkatan jumlah
negara baru, tingkat saling ketergantungan
yang cukup tinggi, ketertimpangan antara negara maju dan berkembang, Perang
Dunia I (1914-1918), terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa (1919), terbentuknya the
Permanent Court of Internastional Justice (PCIJ-1922-basis dari International
Court of Justice-ICJ), dan peristiwa fenomenal yaitu Perang Dunia II.20
Perang Dunia ke I diakhiri
dengan pernjajian perdamaian Versailles (1919) antara negara-negara sekutu
dengan jerman, diikuti oleh perjanjian Saint-Germain (1919) dengan Austria,
Perjanjian Neuilly (1919) dengan Bulgaria, dan perjanjian perdamaian Trianon
(1920) dengan Hungaria. Perjanjian-perjanjian ini mempunyai cakupan yang
lebih luas dibandingkan dengan setiap
pernjajian perdamaian lain sebelumnya. Sebagai prototipe daripadanya, yaitu
perjanjian Versailles yang mulai efektif pada tanggal 10 Januari 1920. 21
5.
Hukum Internasional Dalam Sistem Baru
Langkah-langkah
penting untuk menuju terciptanya sebuah sistem baru dalam Hukum Internasional adalah upaya-upaya konkrit melalui
kesepakatan-kesepakatan
![]() |
19 Jawahir Thontowi, dan Pranoto Iskandar, Op. Cit., hlm 41-42
20 Ibid., hlm. 42-44.
21 Sam Suhaedi
Admawira dan Arthur Nussbaum, Sedjarah
Hukum Internasional, (Bina Tjipta: Bandung, 1970) hlm 193
dan pembuatan Komite
Sementara untuk menyiapkan PBB sebagai organisasi internasional. Peristiwa
penting pada masa ini antara lain: (a) The Inter Allied Declaration (12 Juni 1941-Inggris Raya menyatakan untuk mendirikan
dunia pasca perang yang berlandaskan perdamaian
dan keamanan), (b) Piagam Atlantic (Agustus 1941-Churchill dan Roosevelt bersepakat
untuk menegaskan prinsip-prinsip umum dasar mekanisme internasional pasca perang), (c) Deklarasi Bangsa-bangsa Bersatu
(1 Januari 1942-kesepakatan pembentikan organisasi internasional baru
dengan nama PBB), (d) Komite London 20 Mei 1943, pembahasan pembentukan ICJ),
(e) Deklarasi Moskow (30 Oktober 1943-AS, Inggris, China dan Uni Sovyet
menandatangani deklarasi pembentukan sebuah badan yang memiliki tanggung jawab
dalam hal perdamaian), (f) Teheran (November 1943- Roosevelt, Churchill, dan
Stalin menyetujui apabila badan internasional baru memiliki kewenangan perihal persoalan penjaga perdamaian),
(g) Bretton Woods (1-21 Juli 1944- awal pendirian rezim hukum ekonomi
internasional), (h) Konferensi Dumbarton Oaks (21 Agustus-Oktober 1944-konferensi awal pendirian
PBB), (i) Konferensi Yalta (4-11 Februari 1945-pembahasan struktur
organisasi pasca perang), dan (j) Konferensi San Fransisco (25 April-26 Juni 1945-penandatanganan Piagam PBB
dan draf Statuta ICJ disetujui).22
6.
Menuju Tata Pemerintahan Global
Masa dimana PBB telah berdiri dan menjalankan tugasnya
pasca perang yaitu menciptakan kondisi damai dan saling
menghormati yang timbul akibat perjanjian dan terpeliharanya sumber Hukum
Internasional lainnya. PBB memiliki peran sentral untuk berfungsinya dan sekaligus juga promotor bagi pembentukan Hukum
Internasional.23
Pada masa ini ditandai dengan munculnya blok-blok
kekuatan di dunia yang dikenal dengan Blok
Barat (AS dan negara-negara Eropa Barat-ditandatanganinya Traktat AtlantikUtara
(NATO) pada tahun 1949), Blok Timur (China dan negara Eropa Timur-kekuatan
komunis), dan negara Dunia Ketiga (negara Asia-Afrika pasca Konferensi
Asia-Afrika Bandung April 1955).24
![]() |
22 Ibid,. hlm. 45-46.
23 Ibid., hlm. 47
24 Ibid., hlm. 48-49
Dalam literatur lain, seperti yang terdapat dalam buku
yang ditulis oleh Boer Mauna, disebutkan
bahwa dengan prinsip dasar: "Law exists only in a society, and a society
cannot exist without a system of law to regulate the relations
of its members with one another" (Brierly).
Hukum Internasional telah ada sejak jaman dahulu. Ini terbukti pada jaman
Yunani kuno atau Romawi kuno, mereka sudah mengadakan perjanjian-perjanjian
dengan negara- negara atau kerajaan lain, seperti perjanjian damai,
persahabatan bahkan perjanjian perang sekalipun.
Pada abad ke-15 dan 16, di city-states Italia, seperti Venice, Genoa dan
Florence berkembang praktek pengiriman duta-duta besar
residen ke ibukota masing-masing, yang berakibat dibuatnya peraturan-peraturan
mengenai hubungan diplomatik, khususnya yang mengatur
kekebalan-kekebalan para dubes dan stafnya.25
Hukum Internasional dalam arti modern, baru berkembang
sejak abad ke-16 dan 17, dimana mulai bermunculan negara-negara
dengan sistim hukum modern di daratan Eropa. Pada
saat itu bermunculan pendapat-pendapat atau pemikiran-pemikiran dari para tokoh/ahli kenamaan di Eropa, sehingga
mengakibatkan munculnya 2 golongan yang mengiringi perkembangan Hukum
Internasional. Golongan tersebut adalah golongan Naturalis dan golongan Positivis.26
1.
Golongan Naturalis
Menurut
golongan ini, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari
buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara
universal, sepanjang masa dan yang dapat
ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari dan bukan dibuat. Golongan ini
bersumberkan pada ajaran hukum Tuhan atau bisa disebut sebagai Teori Hukum Alam. Salah satu tokohnya adalah
seorang Belanda bernama Hugo de Groot (Grotius), dimana karyanya yang
terkenal dan memberi sumbangsih yang sangat besar dalam perkembangan Hukum Internasional adalah De jure belli ac pacis
(Hukum Perang dan Damai). Karya tersebut berisikan dasar-dasar baru yang
mengatur hubungan antar negara. Teori hukum
alam saat ini hampir jarang dipergunakan
atau mempunyai pengaruh besar, mengingat negara-negara modern melihat
Hukum Internasional sebagai hasil perumusan kehendak bersama yang disebut sebagai hukum positif.27

25 Disarikan dari Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional; Pengertian, Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2, Alumni, Bandung, hlm. 4-5.
26 Ibid., hlm. 5.
27 Ibid., hlm. 6.
2. Golongan Positivis
Menurut
golongan ini, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip- prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas
kemauan mereka sendiri. JJ Rousseau dalam
bukunya Du contract social, La loi c'est I'expression de la volonte generale Hukum
adalah pernyataan kehendak bersama.
Perkembangannya teori ini dikenal sebagai Teori Hukum Positif. Teori ini mulai berkembang di abad ke -18. Di abad ke-19,
Hukum Internasional berkembang
dengan cepat karena beberapa faktor, antara lain: (a) Negara- negara
Eropa sesudah kongres Wina 1815 berjanji untuk selalu memakai prinsip-prinsip
hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain; (b) Banyak dibuat
perjanjian- perjanjian (law-making treaties) seperti di bidang perang,
peradilan, arbitrase dll; (c) Berkembangnya
perundingan-perundingan multilateral yang sering melahirkan ketentuan-
ketentuan hukum baru.28
Pertengahan abad ke-20, Hukum Internasional semakin pesat
perkembangannya karena: (a) Banyaknya
negara-negara baru yang lahir; (b) IPTEK berkembang pesat yang mengharuskan
dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang; (c) Banyaknya
perjanjian-perjanjian, baik bilateral, multilateral, regional atau global; dan
(d) Bermunculannya organisasi-organisasi internasional seperti PBB. Dengan demikian Hukum Internasional sudah
semakin berkembang dan mengatur
berbagai aspek-aspek hubungan antar negara demi tercapainya kesejahteraan dan keserasian dalam kehidupan antar bangsa.29
![]() |
28 Ibid,. hlm. 7.
29 Ibid.,
DAFTAR PUSTAKA
Admawira Sam Suhaedi, dan Arthur Nussbaum, Sedjarah Hukum Internasional, 1970, Bina
Tjipta, Bandung.
Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional; Pengertian, Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2, Alumni, Bandung.
Mochtar
Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, 2002, Pengantar Hukum Internasional, Alumni,
Bandung.
Thontowi Jawahir, dan Pranoto Iskandar, 2006, Hukum Internasional Kontemporer, PT.Refika Aditama,
Bandung.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan bijak